Sabtu, 26 April 2014

UUD TENTANG KOPERASI dan Kasus Koperasi


Koperasi adalah suatu organisasi atau badan usaha yang dioperasikan oleh segelintir orang atau beberapa orang untuk mencapai tujuan bersama. Dalam UU No. 17 Tahun 2012 yang menggantikan UU No. 25 Tahun 1992 tentang perkoperasian, yang mana isinya mengenai perkoperasian yang menjadi acuan Pendiri Badan Hukum Koperasi. Dulu Anggaran Dasar Koperasi dibuat oleh Pejabat Kementrian Koperasi, tetapi sejak adanya Keputusan Menteri No. 98 Tahun 2004, tugas tersebut dialihkan ke Notaris yang diangkat sebagai Notaris Pembuat Akta Koperasi. Kini dengan UU No. 17 tersebut Koperasi cenderung mengarah kepada kekuatan modal, atau banyak yang menyebutnya dengan kapitalis. Koperasi kini hanya boleh menjalankan satu jenis kegiatan usaha, jenis usaha itu sendiri dibagi menjadi 4 jenis usaha, yaitu :
ü  Koperasi Jasa
ü  Koperasi Simpan Pinjam
ü  Koperasi Konsumen
ü  Koperasi Produsen
Koperasi hanya terdapat dua jenjang, yaitu Koperasi Primer di mana anggotanya orang per orang dan Koperasi Sekunder yang anggotanya minimal 3 Badan Hukum Koperasi. Sedangkan Skala Koperasi dibagi menjadi 3 bagian, yaitu :
1.       Koperasi skala Propinsi, yang mana anggota-anggotanya minimal 20 orang dan hanya terdapat di satu propinsi. Pengesahan Badan Hukumnya dilakukan oleh Kepala Dinas Koperasi dan Perdagangan atas nama Menteri.
2.       Koperasi skala Nasional, di mana anggota-anggotanya mewakili lebih dari 3 propinsi dan memiliki jumlah anggota sebanyak 120 orang ( kebijakan Deputi bid. Kelembagaan Koperasi) dan dalam pebentukannya boleh diwakili dengan quorum 61 orang. Pengesahan Badan Hukumnya dilakukan oleh menteri koperasi.
3.       Koperasi skala Kabupaten / Kotamadya, di mana anggotanya minimal 20 orang dan hanya terdapat di satu Kabupaten / Kotamadya.pengesahan Badan Hukumnya juga dilakukan oleh Kepala Dinas Koperasi dan Perdagangan atas nama Menteri.

Contoh kasus tentang pelanggaran UUD Koperasi bisa dilihat dilink berikut ini http://www.suaramerdeka.com/harian/0512/19/nas20.htm. Menurut pendapat saya tentang kasus ini, permasalahannya ada pada ketika Hendrawan memberikan pinjaman kepada seorang pengusaha yang bernama Wijaya di luar prosedur dan dampaknya koperassi tersebut mengalami kerugian sebesar Rp. 55 miliar. Seharusnya Lembaga yang mengawasi tentang koperasi simpan pinjam (KSP) ini, mereka melakukan pengecekan kepada semua pengurus koperasi Sembilan Sejati dan semua arsip yang ada pada koperasi tersebut guna dijadikan barang bukti agar semuanya terlihat transparan. KPK juga seharusnya ikut serta dalam kasus ini karena dikoperasi ini sudah terjadi tindakan korupsi dengan menggelapkan uang deposan oleh Hendrawan kepada pengusaha yang bernama Wijaya. Dan bagi pelanggarnya dihukum dengan ketentuan undang-undang yang ada di Indonesia, karena Negara kita Negara hukum.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar