Koperasi
adalah suatu organisasi atau badan usaha yang dioperasikan oleh segelintir
orang atau beberapa orang untuk mencapai tujuan bersama. Dalam UU No. 17 Tahun
2012 yang menggantikan UU No. 25 Tahun 1992 tentang perkoperasian, yang mana
isinya mengenai perkoperasian yang menjadi acuan Pendiri Badan Hukum Koperasi. Dulu
Anggaran Dasar Koperasi dibuat oleh Pejabat Kementrian Koperasi, tetapi sejak
adanya Keputusan Menteri No. 98 Tahun 2004, tugas tersebut dialihkan ke Notaris
yang diangkat sebagai Notaris Pembuat Akta Koperasi. Kini dengan UU No. 17
tersebut Koperasi cenderung mengarah kepada kekuatan modal, atau banyak yang
menyebutnya dengan kapitalis. Koperasi kini hanya boleh menjalankan satu jenis
kegiatan usaha, jenis usaha itu sendiri dibagi menjadi 4 jenis usaha, yaitu :
ü
Koperasi Jasa
ü
Koperasi Simpan Pinjam
ü
Koperasi Konsumen
ü
Koperasi Produsen
Koperasi
hanya terdapat dua jenjang, yaitu Koperasi Primer di mana anggotanya orang per
orang dan Koperasi Sekunder yang anggotanya minimal 3 Badan Hukum Koperasi.
Sedangkan Skala Koperasi dibagi menjadi 3 bagian, yaitu :
1.
Koperasi skala Propinsi, yang mana
anggota-anggotanya minimal 20 orang dan hanya terdapat di satu propinsi.
Pengesahan Badan Hukumnya dilakukan oleh Kepala Dinas Koperasi dan Perdagangan
atas nama Menteri.
2.
Koperasi skala Nasional, di mana
anggota-anggotanya mewakili lebih dari 3 propinsi dan memiliki jumlah anggota
sebanyak 120 orang ( kebijakan Deputi bid. Kelembagaan Koperasi) dan dalam
pebentukannya boleh diwakili dengan quorum 61 orang. Pengesahan Badan Hukumnya
dilakukan oleh menteri koperasi.
3.
Koperasi skala Kabupaten / Kotamadya, di mana
anggotanya minimal 20 orang dan hanya terdapat di satu Kabupaten / Kotamadya.pengesahan
Badan Hukumnya juga dilakukan oleh Kepala Dinas Koperasi dan Perdagangan atas
nama Menteri.
Contoh
kasus tentang pelanggaran UUD Koperasi bisa dilihat dilink berikut ini http://www.suaramerdeka.com/harian/0512/19/nas20.htm.
Menurut pendapat saya tentang kasus ini, permasalahannya ada pada ketika
Hendrawan memberikan pinjaman kepada seorang pengusaha yang bernama Wijaya di
luar prosedur dan dampaknya koperassi tersebut mengalami kerugian sebesar Rp.
55 miliar. Seharusnya Lembaga yang mengawasi tentang koperasi simpan pinjam
(KSP) ini, mereka melakukan pengecekan kepada semua pengurus koperasi Sembilan
Sejati dan semua arsip yang ada pada koperasi tersebut guna dijadikan barang
bukti agar semuanya terlihat transparan. KPK juga seharusnya ikut serta dalam
kasus ini karena dikoperasi ini sudah terjadi tindakan korupsi dengan
menggelapkan uang deposan oleh Hendrawan kepada pengusaha yang bernama Wijaya. Dan
bagi pelanggarnya dihukum dengan ketentuan undang-undang yang ada di Indonesia,
karena Negara kita Negara hukum.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar